(Karya Abul Miqdad Almadany)
Seorang ulama yang produktif di zamannya bernama Ibn Al-Jauzy pernah menulis ungkapan perenungannya sebagai berikut:
“Obsesi seorang mu’min selalu saja berkaitan dengan Akhirat. Seagala sesuatu yang ada di dunia ini selalu menggerakkannya untuk mengingat Akhirat. (Dan begitulah) setiap orang yang disibukkan oleh sesuatu, maka
itulah yang selalu menjadi obsesinya.
Tidaklah anda melihat ketika beberapa orang dengan profesi berbeda memasuki sebuah istana yang megah. Sang penenun akan memperhatikan permadani-permadaninya seraya menimbang nilainya. Sang tukang bangunan akan memperhatikan bagaimana temboknya dibangun, dan sang tukang jahit akan mencermati bagaimana tirai-tirainya disulam.
(Demikian pula dengan) orang beriman saat menyaksikan keggelapan, maka ia segera teringat akan gelapnya alam kubur. Ketika ia merasakan sesuatu yang menyakitkan maka ia teringat sakkitnya siksaan Akhirat. Bila ia mendengarkan gelegar suara yang memekakkan ia pun teringat kerasnya tiupan sangkakala di Hari Akhir. Ketika ia melihat orang-orang sedang tertidur ia pun terbayang akan keadaan mayat-mayat yang tertidur dalam kuburnya. Bilaia menyaksikan sesuatu kelezatan di Surga.
Begitulah obsesinya selalu tergantung dan terkait degan apa yang ada di sana. Dan itu telah cukup membuatnya sibuk memikirkan selain (Akhirat).” Dengan demikian yang diungkapkannya dalam Shaid Al-Khathir (hal.342).
Gambaran ini adlah gambaran ideal dan impian seorang mu’min. ia menunjukkan kepda kita bagaimana wujud nyata sebuah keasadaran keakhiratan. Kesadaran untuk selalu mengingat seagala apa yang ia saksikan di dunia dengan kehidupan ukhrawi. Kesadaran yang membuatnya enggan untuk lalai sekejappun dari tujuan penciptaannya. Namun ini pulalah kesadaran yang sering kali hilang dari lermbaran-lembaran kehidupan kita. Padahal kesadaran seperti itulah yang akan selalu menyegarkan keimanan saat ia mengalami kejenuhan.
Kesadaran keakhiratan seperti ini adalah tanda yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala mencintai dan menghendaki kebaikan bagi seorang hamba. Itulah sebabnya seorang ulama tabi’in, Muhammad ibn Sirrin-semoga Allah merahmatinya-mengtakan : “Bila Allah Azza wa Jalla menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka ia akan menganugrahkan pemberi kesadaran dari dalam hatinya sendiri yang selalu memerintahkannya (untuk kebaikan) dan mencegahnya (dari kemungkaran).” Maka bila Allah Ta’ala ingin menunjukkan bahwa ia mencintai Anda, maka carilah ‘sang penyadar’ itu dalam diri Anda. Bila dalam setiap langkah ada sesuatu yang menghentikan Anda sejenak unutk sekedar ‘bertanya’ : “Manfa’at ukhrawi apakah yang engkau peroleh dari langkah ini?”, maka mungkin dialah ‘sang penyadar’ itu. Bila Anda masih sulit menukannya, maka itu berarti Anda harus ‘menciptakannya’ dalam diri Anda. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengungkapkan bahwa agar dapat bersikap santun (Al Hilm), kita harus memaksa diri untuk bersantun ria. Maka begitu pula dengan kesadaran keakhiratan ini. Bila Anda belum menemukannya, maka Anda harus menyadar-nyadarkan diri Anda untuk itu. Itulah pilihannya. Jika tidak, Anda akan menghadapi bencana baru; kelalaian akan Akhirat.
“Telah dekat kepada manusia hari untuk menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari padanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Qur’an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melalaikan mereka mendengarnya, sambilmereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai.”(Al-Anbiya’; 1-3).
KESADARAN KEAKHIRATAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar